Nasib Burung di Hari Bumi

Berapa jumlah total jenis burung liar di Indonesia? Berdasarkan data Burung Indonesia – LSM yang berkiprah dalam pelestarian burung liar dan habitatnya – Indonesia di tahun 2013 memiliki 1.605 jenis burung. Atau, sekitar 16% dari total jenis burung yang ada di dunia. Jumlah ini menobatkan negara kita dalam posisi lima besar dunia bersama Columbia, Peru Brasil, dan Ekuador.

Dari jumlah tersebut, tercatat 126 jenis tergolong terancam punah. Rinciannya adalah 19 jenis Kritis (Critically Endangered/CR), 35 Genting (Endangered/EN), dan 72 Rentan (Vulnerable/VU). Semua jenis itu, masuk dalam Daftar Merah (Red List) International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Bila ditelisik, ada tiga jenis yang statusnya meningkat. Bangau bluwok (Mycteria cinerea) dan kakatua putih (Cacatua alba) yang status awalnya Rentan naik menjadi Genting. Sementara, poksai kuda (Garrulax rufifrons) yang sebelumnya berlebel Mendekati Terancam Punah (Near Threatened) lompat dua tingkat menjadi Genting. Poksai kuda merupakan burung berukuran 27 cm yang hanya ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jenis pengoceh berkicau ini sangat terbatas persebarannya dan banyak menghabiskan hidup di pohon meski sesekali turun ke tanah.

Image

Bangau Bluwok. Foto: Asep Ayat

Ada juga status yang keterancamannya turun. Jumlahnya juga tiga jenis. Mambruk victoria (Goura victoria) yang awalnya Rentan kini menjadi Mendekati Terancam Punah. Cekakak-pita kofiau (Tanysiptera ellioti) yang sebelumnya Genting turun ke Rentan. Sedangkan nuri-ara salvadori (Psittaculirostris salvadorii) “merosot” dua tingkat dari Rentan ke Risiko Rendah (Least Concern). Nuri-ara salvadori ini, layaknya burung nuri lain, merupakan jenis paruh bengkok yang hanya ditemukan di Papua. Bentuknya gemuk pendek dengan ekor mini berwarna hijau. Individu jantan mudah dikenali karena memiliki bercak dada jingga dan bulu pipi berwarna kuning.

Kabar baik lain adalah bila kita bandingkan status burung ini dengan tahun sebelumnya (2012), ada penambahan jenis baru atau new record. Jumlahnya tujuh jenis. Jenis-jenis ini tentu saja berdasarkan temuan shahih para peneliti yang telah dimuat dalam jurnal ilmiah dari tahun 2010 hingga 2012.

Tujuh jenis tersebut adalah camar punggung-hitam kecil (Larus fuscus) yang terlihat di Pulau Wetar (Nusa Tenggara Timur), penggunting-laut heinroth (Puffinus heinrothi) di perairan Taliabu (Sulawesi bagian barat), alap-alap dahi-putih (Microhierax latifrons) di Kalimantan Timur, gagang-bayam belang (Himantopus himantopus) di Sumatera, kedidi baird (Calidris bairdii) di Papua Barat, kaki-rumbai merah (Phalaropus fulicarius) di Jawa, serta apung zaitun (Anthus hodgsoni) di Kalimantan Timur.

Prof. Dr. Ani Mardiastuti, Guru Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Institut Pertanian Bogor (IPB), menjelaskan bahwa kita belum bisa berbangga dengan kekayaan jenis burung ini. Pasalnya, berdasarkan data BirdLife International, Indonesia juga berada dalam tiga besar negara yang memiliki jumlah jenis terancam punah setelah Brasil dan Peru. Artinya, meski negara kita memiliki keragaman jenis burung dalam lima besar dunia, namun negara kita juga masuk dalam tiga besar yang jumlah jenisnya banyak terancam punah. “Kaya akan jenis, tetapi cukup banyak yang terancam punah,” ungkap Avian Ecologist ini.

Perburuan dan perdagangan tidak sah masih menjadi primadona yang berperan besar dalam penurunan populasi burung-burung liar di alam. Kakatua putih, misalnya, yang ternyata belum dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Padahal, populasi keseluruhannya di alam, yaitu di Pulau Halmahera bagian utara, diperkirakan antara 43 ribu hingga 183 ribu individu.

CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) memasukkan kakatua putih ini dalam Appendiks II yang berarti pemanfaatannya sangat dibatasi. Sementara, PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) telah membatasi penangkapan dan ekspor kakatua putih dalam aturan kuota yang sejak 2008 telah nol alias tidak ada. Meski begitu, penangkapan dan perdagangan masih terjadi.

Sedangkan bangau bluwok, menjadi terancam hidupnya karena habitat alaminya berupa lahan basah beralih fungsi menjadi kawasan pertanian, permukiman, perkotaan dan perburuan. Populasi global burung yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, dan Thailand) ini diperkirakan kurang dari 1.500 ekor (individu dewasa).

Kesadaran kita untuk menjaga kehidupan di muka bumi, yang selalu diperingati setiap 22 April, harus ditanamkan. Karena, di bumi yang satu, di planet yang telah berusia 4,5 miliar tahun ini, kita hidup bersama. Termasuk burung-burung liar, salah satu komponen penting di kehidupan manusia, di dalamnya.*

Terbit di Harian Umum Pikiran Rakyat, 24 April 2014 (Halaman 22)

Tautan: http://epaper.pikiran-rakyat.com/indeks

Leave a comment